Sastrawan

Social Like Button Sticky Melayang

Get widget

Jumat, 16 September 2016

AKU BUKAN BULE

Hari berlalu begitu cepat. Usiaku pun semakin terkurangi jatahnya. Kebodohan tak lagi mampu kututupi. Kesendirianku tak lagi dapat kusembunyikan. Keraguan tak lagi temui jalan keluar. Hingga pada akhirnya kebenaran terungkap. Kecermelangan akal berontak, meronta ingin keluar dan terpuaskan. Layaknya remaja putri di usia belasan tahun yang penuh rasa ingin tahu dan penasaran, aku pun mengais-ngais jejak langkah orang-orang di sekitarku. Demi kutemukannya sebuah jati diri. Who am I? Am I just a stranger? Am I just a girl? Am I a muslimah? Am I so special? “That’s perfect! It is Excellent! You’re a good girl, Sofia”

Inilah yang selama ini kutunggu-tunggu. Ungkapan pujian dan penilaian yang bagus. Sangat bagus malah. Perfectionist. Tapi tetap saja ada yang hilang dan kurang. Buat apa semua pujian itu? Apa artinya semua pujian itu? Dapatkah semua pujian itu merubah kehidupanku?

Mendapatkan berkah berupa wujud fisik yang cantik dan indah bukanlah impianku. Memiliki ayah seorang warga negara asing bukanlah pintaku pada ibu. Terlahirkan pada musim dingin di tepian kota California juga bukan rencanaku. Bahkan hingga belasan tahunku kini tak mampu kukenali jati diriku juga bukan mauku. Sebelumnya tak pernah serumit ini ku pikirkan hidupku. Hingga tiba waktuku kembali pulang ke Indonesia tiga tahun lalu, aku temukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengusik batinku.

Tidak lama setelah meninggalnya ayah, keputusan ini ibu anggap yang terbaik setelah tahu betapa bobrokan system (aturan) dan moral Negara asal ayahku. Duka di lubuk hati tak seberapa jika dibandingkan duka hidup di negeri perantauan. Sekelumit kalimat inilah yang acap kali ibu lontarkan kepadaku. Seringkali ibu bercerita tentang ramahnya hidup di alam pedesaan Indonesia. Tak jarang pula ibu mengenang tentang masa kecilnya di pematang sawah. Ibu rindu dengan desa dan sawah di Indonesia. Sementara kehidupan di negara bersumber daya alam miskin seperti Amerika tidak mampu mengobati nyeri kerinduan ibu. Belum lagi kebiasaan hidup ASAAP (Asal Senang, Asal Ada Pesta) di negeri ayahku ini semakin membuat ibu cemas dengan perkembangan mental dan psikologiku.

Berdua kami kembali menata hidup di bumi pertiwi. Memang sulit pada mulanya tapi untungnya dari kecil ibu mengajakku berkomunikasi bilingual (bahasa Indonesia-Inggris Amerika). Jadi, little little sih aku bisa ngomong dengan bahasa Indonesia!


Tak pernah kutemukan ketenangan dalam hidupku. Meskipun selama ini orangtuaku selalu berusaha keras agar segala kebutuhanku tercukupi dengan baik. Hingga pada akhirnya aku harus ikut ibu ke Indonesia dan menemukan jawaban yang selama ini belum pernah kuterima, dari siapa pun dan apapun. Jawaban atas tanda Tanya besar from my deepest heart; who am I? Untuk apa hidupku ini? Where will I go after death?

NB : Bukan tulisan saya :) 

Selasa, 07 Juni 2016

Resensi novel NAMAMU DALAM DOAKU
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Membaca Komprehensif
Pengampu :
Dian Uswatun Hasanah, M.Pd



Disusun Oleh :
Bunga Febriana Nurwiyanti    153151056

TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2015

NAMAMU DALAM DOaku


KARYA ANDARU INTAN & ARIS PRADANA
~Ketika kita mencintai dalam diam~



IDENTITAS NOVEL NAMAMU DALAM DOAKU
Harga              : Rp. 40.000

Ukuran            : 14 x 20 cm
Tebal               : 211 hlm
Terbit               : Oktober 2015
Penerbit           : DIVA Press


POKOK-POKOK ISI NOVEL ( SINOPSIS )
…Namanya selalu kusebut dalam doaku. Sebuah doa yang makin hari makin memanjang… sebuah doa sederhana sebagai pengganti rinduku padanya.
***
Tidak pernah terbayang sebelumnya, seorang Talita Anjani, gadis cantik-modis nan kaya akan jatuh cinta pada Pandu, pemuda alim sederhana, sekaligus ketua BEM di kampus.
Pertemuan keduanya tidaklah istimewa. Hanya gara-gara payung lusuh. Pandu juga bukan tipe laki-laki yang biasa Talita ajak kencan. Sebaliknya, Talita juga bukan tipe wanita yang Pandu pernah angankan.
Namun, bagaimana bisa segala perbedaan itu justru mendekatkan keduanya ?

Anak teknik seringkali distigmakan dengan sosok yang sangat logis, praktis, optimis, namun punya wawasan yang luas. Sementara aktivis dicirikan sebagai manusia idealis yang memegang teguh prinsip, luwes dalam bergaul, dan cenderung menomorsatukan impian-impian besarnya. Perpaduan antara keduanya akan bermuara pada satu karakter: rumit.
Kerumitan itu pula yang memengaruhi perjalanan kisah mereka dalam mengejar cita dan (tak terkecuali) cinta.
Tersebutlah nama Pandu, lelaki ubersexual religius yang dikenal dengan jiwa kepemimpinan yang menawan, kepercayadirian tinggi, dan pemikiran-pemikiran idealis yang susah ditemui di zaman sekarang. Dengan kepribadian yang seperti ini, semua orang dengan mudah menebak bahwa hatinya hanya bertekuk lutut di hadapan muslimah yang anggun, santun, kalem, tidak banyak tingkah, dan punya senyum yang menenteramkan. Bukan kepada anak manja yang cuek dan susah untuk diajak susah.
Anehnya, semua persyaratan di atas berantakan karena Talita. Tak ada yang sesuai. Meski kritis berargumen dan punya selera musik yang lumayan, masih jauh dari kepribadian wanita yang pantas untuk disanding. Manja, glamour, ceplas ceplos, rajin bangun siang, dan entah apa lagi yang ada padanya.
Diceritakan dalam 248 halaman secara bergantian dari dua kacamata berbeda layaknya perang batin antara kedua tokoh utamanya, novel ini mengemas kisah romansa yang dibalut cerita perjuangan hidup, dinamika keluarga, keseharian mahasiswa, pertaruhan prinsip dengan memperhatikan aspek reliji melalui permainan diksi dalam fiksi.

KELEBIHAN NOVEL
1.        Isi cerita novel Namamu dalam doaku sangat menarik karena novel ini tidak melulu tentang romansa, ada pelajaran tentang perjuangan hidup di dalam ceritanya.
2.        Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama, dimana tokoh utamanya dua orang yaitu “Talita Anjani” dan “Pandu”.
ü  Tiap bab ganjil “Talita Anjani” sebagai tokoh aku, dan bab genap “Pandu” menjadi tokoh aku.
3.        Novel ini ditulis oleh dua penulis yang belum pernah bertemu langsung.
4.        Novel ini menjadi best seller. Cetakan kedua pada bulan Maret 2016
5.        Gaya bahasa yang digunakan dalam penyajian novel sangat baik. Tidak terlalu formal dan tidak terlalu mendaerah.
6.        Penggunaan kata dalam cerita dapat membuat pembaca mudah terbawa suasana romance.
7.        Penulis sangat mengerti tentang obyek yang menjadi tulisannya. Sebagai contoh rasi bintang orion dalam cerita pada Bab 1. Penulis dapat menjelaskan sejarah dan banyak hal menarik tentang rasi bintang orion

KEKURANGAN NOVEL
1.        Dalam tiap bab pada novel terdapat point-poin cerita yang tidak saling terkait ceritanya.
2.        Banyak flashback tentang masalalu yang pendeskripsiannya sulit dimengerti.

SARAN-SARAN
ü  Cetakan novel berikutnya buat covernya lebih menarik.



TENTANG PENULIS NAMAMU DALAM DOAKU

Andaru Intan
lahir dengan nama Intan Andaru di Banyuwangi, 20 Februari 1990. Telah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Airlangga, Surabaya. Saat ini bergiat di beberapa aktivitas sosial dan masih tetap menulis di sela pekerjaannya sebagai dokter. Buku perdananya, Saat Waktu Berkejaran, adalah kumpulan cerpen para penderita HIV/AIDS yang pernah menjuarai Unsa Book Award kategori kumpulan cerpen 2013. Beberapa karyanya dapat dinikmati dalam bentuk antologi seperti: Jatuh di Hatimu(Matahari, 2014), Ciuman untuk Eros (Leutikaprio, 2013), dan lain-lain. Dapat ditemui di twitter: @andaruintan atau facebook Intan Andaru.

Aris Pradana
lahir dan besar di Tulungagung, sebuah kota kecil di pantai selatan Jawa Timur, tak menghalangi impian dan semangat besarnya. Lulusan Teknik Elektro ITS yang sedang berkarya di sebuah perusahaan energi nasional ini pernah berhasil membuat opininya dimuat di media massa nasional dan menjuarai salah satu kompetisi cerpen tingkat nasional. Semasa kuliah, ia aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan maupun komunitas minat bakat, salah satunya menjadi saksi lahirnya komunitas ITS Jazz. Sepak bola dan musik menjadi hal yang sulit lepas darinya. Dapat ditemui di twitter: @arizpradana.


~ Bunga Febriana Nurwiyanti ~